Sabtu, 20 Juli 2013

Culex sp.

Culex Sp

Culex Quinquefasciatus adalah nyamuk yang dapat menularkan penyakit kaki gajah (filariasis ). Hal ini terjadi saat nyamuk Culex menghisap darah pengidap filariasis sehingga larva cacing filariasis masuk dan berkembang biak ditubuhnya lalu nyamuk Culex menularkan larva tersebut kepada manusia dengan cara menggigitnya. Kasus penyakit kaki gajah banyak ditemukan dibeberapa daerah di Indonesia seperi Malang Selatan dan Kediri.
Nyamuk Culex memiliki kebiasaan yang berbeda dengan Aedes Aegepty, bila Aedes aegepty suka hidup pada air bersih maka Culex menyukai air yang kotor seperi genangan air, limbah pembuangan mandi, got ( selokan ) dan sungai yang penuh sampah. Culex, nyamuk yang memiliki ciri fisik coklat keabu-abuan ini mampu berkembang biak disegala musim. Hanya saja jumlahnya menurun saat musim hijan karena jentik-jentiknya terbawa arus. Culex melakukan kegiatannya dimalam hari.

A.   Morfologi Nyamuk Culex Sp
Culex sp adalah genus dari nyamuk yang berperan sebagai vector penyakit yang penting seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese enchepalitis, St Louis encephalitis. Nyamuk dewasa dapat berukuran 4 – 10 mm (0,16 – 0,4 inci), dalam morfologinya nyamuk memiliki tiga bagian tubuh umum yaitu kepala, dada, dan perut. Nyamuk Culex yang banyak di temukan di Indonesia yaitu jenis Culexquinquefasciatus.
Ciri Secara Umum :
• Telur                  : lonjong seperti peluru
• Larva                 : sifon panjang dan bulunya lebih dari satu pasang
• Fase dewasa      : abdomen bagian ujung tumpul, warna cokelat muda tanpa tanda khas
• Sayap                : sisik sempit panjang dengan ujung runcing
• Peran medis      : sebagai vektor filariasis dan penyakit Japanese B. encephalitis
• Perilaku             : mengisap darah pada malam hari
• Habitat              : air jernih dan air keruh 

B.   Klasifikasi
Klasifikasi Culex adalah sebagai berikut :
Kingdom  : Animalia,
Phylum    : Arthropoda
 Class       : Insecta
Ordo        : Diptera
Family      : Culicidae
Genus      : Culex
Spesies    : Culex sp


C.   Siklus Hidup

1. Telur
Seekor nyamuk betina mampu meletakan 100-400 butir telur.  Setiap spesies nyamuk mempunyai kebiasaan yang berbeda-beda.  Nyamuk Culex sp meletakan telurnya diatas permukaan air secara bergelombolan dan bersatu membentuk rakit sehingga mampu untuk mengapung.
2. Larva
Setelah kontak dengan air, telur akan menetas dalam waktu 2-3 hari. Pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi oleh faktor temperature, tempat perindukan dan ada tidaknya hewan predator. Pada kondisi optimum waktu yang dibutuhkan mulai dari penetasan sampai dewasa kurang lebih 5 hari.
3. Pupa
Pupa merupakan stadium terakhir dari nyamuk yang berada di dalam air, pada stadium ini tidak memerlukan makanan dan terjadi pembentukan sayap hingga dapat terbang, stadium kepompong memakan waktu lebih kurang satu sampai dua hari. Pada fase ini nyamuk membutuhkan 2-5 hari untuk menjadi nyamuk, dan selama fase ini pupa tidak akan makan apapun dan akan keluar dari larva menjadi nyamuk yang dapat terbang dan keluar dari air.
4. Dewasa
Setelah muncul dari pupa nyamuk jantan dan betina akan kawin dan nyamuk betina yang sudah dibuahi akan menghisap darah waktu 24-36 jam. Darah merupakan sumber protein yang esensial  untuk mematangkan telur.[8] Perkembangan telur hingga dewasa memerlukan waktu sekitar 10 sampai 12 hari.

Daur Hidup Nyamuk Culex sp
Sumber : North Dakota State Unyversity (1991)
            Nyamuk Culex sp betina dapat meletakkan telur sampai 100 butir setiap datang waktu bertelur. Telur – telur tersebut diletakkan diatas permukaan air dalam keadaan menempel pada dinding vertical bagian dalam tempat – tempat penampungan air . Nyamuk Culex sp betina lebih menyukai tempat penampungan air yang tertutup longgar untuk meletakkan telurnya dibandingkan dengan tempat penampunga air yang  terbuka, karena tempat penampungan air yang tertutup longgar tutupnya jarang dipasang dengan baik sehingga mengakibatkan ruang didalamnya lebih gelap (Sumarmo,1988). Telur akan menetas dalam waktu 1-3 hari pada suhu 30o C, sementara pada suhu 16o C telur akan menetas dalam waktu 7 hari. Telur dapat bertahan tanpa media air dengan syarat tempat tersebut lembab
 Telur dapat bertahan sampai berulan – bulan pada suhu  -2o C sampai 42o C. Stadium larva berlangsung selama 6-8 hari. Stadium larva terbagi menjadi 4 tingkatanperkembangan atau instar. Instar I terjadi setelah 1-2 hari telur menetas, Instar II terjadi setelah 2-3 hari telur menetas, instar III terjadi setelah 3-4 hari telur menetas dan instar IV terjadi setelah 4-6 hari telur menetas. Stadium pupa terjadi seteah 6 -7 hari telur menetas. Stadium pupa berlangsung selama 2 -3 hari.
Lama waktu stadium pupa dapat diperpanjang dengan menurunkan suhu pada tempat perkembangbiakan, tetapi pada suhu yang sangat rendah dibawah 10o C pupa tidak mengalami perkembangan.(Upik Kesumawati Hadi dan Susi Soviana ,2000). Stadium dewasa terjadi setelah 9 – 10 hari telur menetas. Meskipun umur nyamuk Culex sp betina di alam pendek yaitu kira – kira2 minggu, tetapi waktu tersebut cukup bagi nyamuk Culex sp. Betina untuk menyebarkan virus dengue dari manusia yang terinfeksi ke manusia yang lain. (Soedarto, 1992) 
PupaPupa merupakan stadium terakhir dari nyamuk yang berada di dalam air, padastadium ini tidak memerlukan makanan dan terjadi pembentukan sayap hingga dapatterbang, stadium kepompong memakan waktu lebih kurang satu sampai dua hari.Pada fase ini nyamuk membutuhkan 2-5 hari untuk menjadi nyamuk, dan selama faseini pupa tidak akan makan apapun dan akan keluar dari larva menjadi nyamuk yangdapat terbang dan keluar dari air.d. DewasaSetelah muncul dari pupa nyamuk jantan dan betina akan kawin dan nyamuk  betina yang sudah dibuahi akan menghisap darah waktu 24-36 jam. Darah merupakansumber protein yang esensial untuk mematangkan telur. Perkembangan telur hingga dewasa memerlukan waktu sekitar 10 sampai 12 hari.

D. Bionomik Nyamuk Culex sp
Nyamuk betina menghisap darah untuk proses pematangan telur, berbeda dengan nyamuk jantan. Nyamuk jantan tidak memerlukan darah tetapi hanya menghisap sari bunga. Setiap nyamuk mempunyai waktu menggigit, kesukaan menggigit, tempat beristirahat dan berkembang biak yang berbeda-beda satu dengan yang lain.
1. Tempat berkembang biak
Nyamuk Culex sp suka berkembang biak di sembarang  tempat misalnya di air bersih dan air yang kotor yaitu genangan air, got terbuka dan empang ikan.

2. Perilaku makan
Nyamuk Culex sp suka menggigit manusia dan hewan terutama pada malam hari. Nyamuk Culex sp suka menggigit binatang peliharaan, unggas, kambing, kerbau dan sapi. Menurut penelitian yang lalu kepadatan menggigit manusia di dalam dan di luar rumah nyamuk  Culex sp hampir sama yaitu di luar rumah (52,8%) dan kepadatan menggigit di dalam rumah (47,14%), namun ternyata angka dominasi menggigit umpan nyamuk manusia di dalam rumah lebih tinggi (0,64643) dari nyamuk menggigit umpan orang di luar rumah (0,60135).
3. Kesukaan beristirahat
Setelah nyamuk menggigit orang atau hewan nyamuk tersebut akan beristirahat selama 2 sampai 3 hari. Setiap spesies nyamuk mempunyai kesukaan beristirahat yang berbeda-beda. Nyamuk Culex sp suka beristirahat dalam rumah. Nyamuk ini sering berada dalam rumah sehingga di kenal dengan nyamuk rumahan.
4. Aktifitas menghisap darah
Nyamuk Culex sp suka menggigit manusia dan hewan terutama pada malam hari (nocturnal). Nyamuk Culex sp menggigit beberapa jam setelah matahari terbenam sampai sebelum matahari terbit. Dan puncak menggigit nyamuk ini adalah pada pukul 01.00-02.00.
E. Habitat
Nyamuk dewasa merupakan ukuran paling tepat untuk memprediksi potensi penularan arbovirus.Larva dapat di temukan dalam air yang mengandung tinggi pencemaran organik dan dekat dengan tempat tinggal manusia. Betina siap memasuki rumah-rumah di malam hari dan menggigit manusia dalam preferensi untuk mamalia lain.
F. Faktor Lingkungan Fisik
1. Suhu
Faktor suhu sangat mempengaruhi nyamuk Culex sp dimana suhu yang tinggi akan meningkatkan aktivitas nyamuk dan perkembangannya bisa menjadi lebih cepat tetapi apabila suhu di atas 350C akan membatasi populasi nyamuk. Suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk berkisar antara 200C – 300C. Suhu udara mempengaruhi perkembangan virus dalam tubuh nyamuk.
2. Kelembaban Udara
Kelembaban udara adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam udara yang dinyatakan dalam (%). Jika udara kekurangan uap airyang besar maka daya penguapannya juga besar. Sistem pernafasan nyamuk menggunakan pipa udara (trachea) dengan lubang-lubang pada dinding tubuh nyamuk (spiracle). Adanya spiracle yang terbuka lebar tanpa ada mekanisme pengaturannya. Pada saat kelembaban rendah menyebabkan penguapan air dalam tubuh sehingga menyebabkan keringnya cairan tubuh. Salah satu musuh nyamuk adalah penguapan, kelembaban mempengaruhi umur nyamuk, jarak terbang, kecepatan berkembang biak, kebiasaan menggigit, istirahat dan lain-lain.
3. Pencahayaan
Pencahayaan ialah jumlah intensitas cahaya menuju ke permukaan per unit luas. Merupakan pengukuran keamatan cahaya tuju yang diserap. Begitu juga dengan kepancaran berkilau yaitu intensitas cahaya per unit luas yang dipancarkan dari pada suatu permukaan. Dalam unit terbitan SI, kedua-duanya diukur dengan menggunakan unit lux (lx)atau lumen per meter persegi (cd.sr.m-2). Bila dikaitkan antara intensitas cahaya terhadap suhu dan kelembaban, hal ini sangat berpengaruh. Semakin tinggi atau besar intensitas cahaya yang dipancarkan ke permukaan maka keadaan suhu lingkungan juga akan semakin tinggi. Begitu juga dengan kelembaban, semakin tinggi atau besar intensitas cahaya yang dipancarkan ke suatu permukaan maka kelembaban di suatu lingkungan tersebut akan menjadi lebih rendah.

G. Patologi dan Gejala Klinis
Culex sp adalah genus dari nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit yang penting seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese enchepalitis, St Louis encephalitis. Gejala klisnis filariasis limfatik disebabkan oleh microfilaria dan cacing dewasa baik yang hidup maupun yang mati. Microfilaria biasanya tidak menimbulkan kelainan tetapi dalam keadaan tertentu dapat menyebabkan occult filariasis. Gejala yang disebabkan oleh cacing dewasa menyebabkan limfadenitis dan limfagitis retrograd dalam stadium akut, disusul dengan okstruktif menahun 10 sampai 15 tahun kemudiam. Perjalanan filariasis dapat dibagi beberapa stadium: stadium mikrofilaremia tanpa gejala klinis, stadium akut dan stadium menahun. Ketiga stadium tumpang tindih, tanpa ada batasan yang nyata. Gejala klinis filariasis bankrofti yang terdapat di suatu daerah mungkin berbeda dengan dengan yang terdapat di daerah lain (Parasitologi Kedokteran, 2008).
Pada penderita mikrofilaremia tanpa gejala klinis, pemeriksaan dengan limfosintigrafi menunjukkan adanya kerusakan limfe. Cacing dewasa hidup dapat menyumbat saluran limfe dan terjadi dilatasi pada saluran limfe, disebut lymphangiektasia. Jika jumlah cacing dewasa banyak dan lymphangietaksia terjadi secara intensif menyebabkan disfungsi system limfatik. Cacing yang mati menimbulkan reaksi imflamasi. Setelah infiltrasi limfositik yang intensif, lumen tertutup dan cacing mengalami kalsifikasi. Sumbatan sirkulasi limfatik terus berlanjut pada individu yang terinfeksi berat sampai semua saluran limfatik tertutup menyebabkan limfedema di daerah yang terkena. Selain itu, juga terjadi hipertrofi otot polos di sekitar daerah yang terkena (Pathology Basic of Disease, 2005).
Stadium akut ditandai dengan peradangan pada saluran dan kelenjar limfe, berupa limfaadenitis dan limfagitis retrograd yang disertai demam dan malaise. Gejala peradangan tersebut hilang timbul beberapa kali setahun dan berlangsung beberapa hari sampai satu atau dua minggu lamanya. Peradangan pada system limfatik alat kelamin laki-laki seperti funikulitis, epididimitis dan orkitis sering dijumpai. Saluran sperma meradang, membengkak menyerupai tali dan sangat nyeri pada perabaan. Kadang-kadang saluran sperma yang meradang tersebut menyerupai hernia inkarserata. Pada stadium menahun gejala klinis yang paling sering dijumpai adalah hidrokel. Dapat pula dijumpai gejala limfedema dan elephantiasis yang mengenai seluruh tungkai, seluruh lengan, testis, payudara dan vulva. Kadang-kadanag terjadi kiluria, yaitu urin yang berwarna putih susu yang terjadi karena dilatasi pembuluh limfe pada system ekskretori dan urinary. Umumnya penduduk yang tinggal di daerah endemis tidak menunjukan peradangan yang berat walaupun mereka mengandung mikrofilaria (Parasitologi Kedokteran, 2008).

I. Pengobatan
Biasanya kalau banyak ditemukan penderita yang didalam darahnya ditemukan microfilaria akan dilakukan pengobatan missal dengan DEC ( Di Ethyl Carbamazine ). Pengobatan massal sering menimbulkan masalah, bila beberapa orang tidak tahan dengan pengobatan Single Dose yang diberikan hingga terjadi efek samping yang tidak kita inginkan.
J. Pencegahan
Pencegahan nyamuk dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
1. Pencegahan secara mekanik
Cara ini dapat di lakukan dengan mengubur kaleng-kaleng atau tempat-tempat sejenis yang dapat menampung air hujan danmembersihkan lingkungan yang berpotensial di jadikan sebagai sarang nyamuk Culex sp misalnya got dan potongan bambu. Pengendalian mekanis lain yang dapat dilakukan adalah pemasangan kelambu dan pemasangan perangkap nyamuk baik menggunakan cahaya lampu dan
raket pemukul.
2. Pencegahan secara biologi
Intervensi yang di dasarkan pada pengenalan organisme pemangsa, parasit, pesaing untuk menurunkan jumlah Culex sp. Ikan pemangsa larva misalnya ikan kepala timah, gambusia ikan mujaer dan nila di bak dan tempat yang tidak bisa ditembus sinar matahari misalnya tumbuhan bakau sehingga larva itu dapat di makan oleh ikan tersebut dan merupakan dua organisme yang paling sering di gunakan. Keuntungan dari tindakan pengendalian secara biologis mencakup tidak adanya kontaminasi kimiawi terhadap lingkungan.Selain dengan penggunaan organisme pemangsa dan pemakan larva nyamuk pengendalian dapat di lakukan dengan pembersihan tanaman air dan rawa-rawa yang merupakan tempat perindukan nyamuk, menimbun, mengeringkan atau mengalirkan genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk dan membersihkan semak-semak di sekitar rumah dan dengan adanya ternak seperti sapi, kerbau dan babi dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia apabila kandang ternak di letakkan jauh dari rumah.
3. Pencegahan secara kimia.

Penggunaan insektisida secara tidak tepat untuk pencegahan dan pengendalian infeksi dengue harus dihindarkan. Selama periode sedikit atau tidak ada aktifitas virus dengue, tindakan reduksi sumber larva secara rutin, pada lingkungan dapat dipadukan dengan penggunaan larvasida dalam wadah yang tidak dapat dibuang, ditutup, diisi atau ditangani dengan cara lain.

Jumat, 19 Juli 2013

Aedes aegypti


NYAMUK AEDES AEGYPTI



Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. Selain dengue, A. aegypti juga merupakan pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikungunya. Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia. Sebagai pembawa virus dengue, A. aegypti merupakan pembawa utama (primary vector) dan bersama Aedes albopictus menciptakan siklus persebaran dengue di desa dan kota. Mengingat keganasan penyakit demam berdarah, masyarakat harus mampu mengenali dan mengetahui cara-cara mengendalikan jenis ini untuk membantu mengurangi persebaran penyakit demam berdarah.
Aedes aegyptiadalah nyamuk yang termasuk dalam subfamili Culicinae, famili Culicidae, ordo Diptera, kelas Insecta. Nyamuk ini berpotensi untuk menularkan penyakit demam berdarah dengue (DBD). DBD adalah suatu penyakit yang ditandai dengan demam mendadak, perdarahan baik di kulit maupun di bagian tubuh lainnya serta dapat menimbulkan syok dan kematian. Penyakit DBD ini terutama menyerang anak-anak termasuk bayi, meskipun sekarang proporsi penderita dewasa meningkat.
 Penyebab penyakit demam berdarah ialah virus Dengue yang termasuk dalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Terdapat empat serotipe dari virus Dengue, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4, yang semuanya dapat menyebabkan DBD. Virus ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Ae. aegypti. Nyamuk betina terinfeksi melalui pengisapan darah dari orang yang sakit. Tempat perindukan Aedes aegypti dapat dibedakan atas tempat perindukan sementara, permanen, dan alamiah. Tempat perindukan sementara terdiri dari berbagai macam tempat penampungan air (TPA) yang dapat menampung genangan air bersih. Tempat perindukan permanen adalah TPA untuk keperluan rumah tangga dan tempat perindukan alamiah berupa genangan air pada pohon. Cara yang saat ini dianggap tepat untuk mengendalikan penyebaran DBD adalah dengan mengendalikan populasi dan penyebaran vektor, yaitu dengan 3M: menguras bak mandi, menutup TPA, dan mengubur barang bekas.

Morfologi Nyamuk Aedes Aegyti

Ciri-ciri jentik Aedes aegypti 
1.      Bentuk siphon besar dan pendek yang terdapat pada abdomen terakhir
2.      Bentuk comb seperti sisir
3.       Pada bagian thoraks terdapat stroot spine
Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti 
1.      Bentuk tubuh kecil dan dibagian abdomen terdapat bintik-bintik serta berwarna hitam.
2.      Tidak membentuk sudut 90º
3.       Penyebaran penyakitnya yaitu pagi atau sore
4.      Hidup di air bersih serta ditempat-tempat lain yaitu kaleng-kaleng bekas yang bisa menampung air    hujan
5.       Penularan penyakit dengan cara membagi diri.
6.      Menyebabkan penyakit DBD.
Telur Aedes aegypti
Telur Aedes Aegypti diletakkan pada bagian yang berdekatan dengan permukaan air atau menempel pada permukaan benda yang terapung. Jentik nyamuk Aedes Aegypti memiliki rambut abdomen dan pada stadium ini jentik membentuk sudut dan terdapat alat untuk menghisap oksigen.
Larva Aedes aegepty
 Larva Aedes aegepty membentuk sudut dan terdapat alat untuk menghisap oksigen.Probosis Aedes lebih panjang daripada nyamuk lainnya. Pupa merupakan stadium terakhir dari nyamuk yang berada di dalam air. Pada stadium ini tidak memerlukan makanan dan terjadi pembentukan sayap sehingga dapat terbang. Stadium kepompong memakan waktu lebih kurang satu sampai dua hari. Pada fase ini nyamuk membutuhkan waktu 2-5 hari untuk menjadi nyamuk.
Pupa nyamuk aedes aegypti
Pupa tidak akan makan apapun dan akan keluar dari larva menjadi nyamuk yang dapat terbang dan keluar dari air. Stadium pupa pada nyamuk Aedes berada dibawah permukaan air dengan melingkarkan badannya. Ekor pupa agak lurus dengan kepala melingkar dan menempel dibadannya namun tidak bertemu dengan ekor. Ciri morfologi yang khas yaitu memiliki tabung atau terompet pernafasan yang berbentuk segitiga. Setelah berumur 1 – 2 hari, pupa menjadi nyamuk dewasa (jantan atau betina). Pada pupa terdapat kantong udara yang terletak diantara bakal sayap nyamuk dewasa dan terpasangsayap pengayuh yang saling menutupi sehingga memungkinkan pupa untuk Ekor pupa agak lurus dengan kepala melingkar dan menempel dibadannya namun tidak bertemu dengan ekor.
Nyamuk Dewasa Aedes aegypty
Nyamuk Aedes aegypti jantan hanya manghisap cairan tumbuh-tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya, sedangkan yang betina menghisap darah. Nyamuk betina lebih menyukai darah manusia daripada darah binatang. Darah diperlukan untuk pemasakan telur agar jika dibuahi oleh sperma nyamuk jantan, telur yang dihasilkan dapat menetas. Setelah berkopulasi, nyamuk betina menghisap darah dan tiga hari kemudian akan bertelur sebanyak kurang lebih 100 butir. Nyamuk akan menghisap darah setelah 24 jam kemudian dan siap bertelur lagi. Setelah menghisap darah, nyamuk ini beristirahat di dalam atau kadang-kadang di luar rumah berdekatan dengan tempat perkembangbiakannya. Tempat hinggap yang disenangi adalah benda-benda tergantung seperti kelambu, pakaian, tumbuh-tumbuhan, di tempat ini nyamuk menunggu proses pemasakan telur.
Perilaku menggigit nyamuk aedes aegypti
Nyamuk betina lebih menyukai darah manusia (anthropophilic) daripada darah binatang dan nyamuk jantan hanya tertarik pada cairan mengandung gula seperti pada bunga. Aedes aegypti biasanya menggigit nyamuk ini memiliki kebiasaan menghisap darah pada jam 08.00-12.00 WIB dan sore hari antara 15.00-17.00 WIB (Lestari dkk, 2011). Malam harinya lebih suka bersembunyi di sela-sela pakaian yang tergantung atau gorden, terutama di ruang gelap atau lembab. Mereka mempunyai kebiasaan menggigit berulang kali. Nyamuk ini memang tidak suka air kotor seperti air got atau lumpur kotor tapi hidup di dalam dan di sekitar rumah
Tempat istirahat nyamuk aedes aegypti
Pada malam hari setelah menggigit dan selama menunggu waktu pematangan telur, nyamuk Aedes aegypti (betina maupun jantan) beristirahat di dalam rumah pada benda-benda yang tergantung seperti pakaian gelap yang bergelantungan di ruangan yang tidak terang, kelambu, kopiah, dan pada tempat-tempat gelap, lembab dan sedikit angin. di dalam rumah.

Tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti
Tempat perkembangbiakan tersebut berupa:
·         Tempat penampungan air (TPA) yaitu tempat menampung air guna keperluan sehari-hari seperti drum, tempayan, bak mandi, bak WC dan ember.
·         Bukan tempat penampungan air (non TPA) yaitu tempat-tempat yang biasa digunakan untuk menampung air tetapi bukan untuk keperluan sehari-hari seperti tempat minum hewan piaraan, kaleng bekas, ban bekas, botol, pecahan gelas, vas bunga dan perangkap semut.
·         Tempat penampungan air alami (TPA alami) seperti lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang dan potongan bambu.


Perilaku dan Daur Hidup Nymuk Aedes aegypty
Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari. Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina, karena hanya nyamuk betina yang menghisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein yang diperlukannya untuk memproduksi telur (Womack, 1993). Pengisapan darah dilakukan dari pagi sampai petang dengan dua puncak waktu yaitu setelah matahari terbit (8.00-10.00) dan sebelum matahari terbenam (15.00- 17.00) (Djakaria, 2000). Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh energi  dari  nektar  bunga ataupun  tumbuhan.  Nyamuk  ini menyenangi  area   yang gelap dan benda- benda berwarna hitam atau merah (id.wikipedia.org/wiki/Aedes_aegypti, 2008). Nyamuk dewasa biasanya tinggal pada tempat gelap di dalam ruangan seperti lemari baju dan di bawah tempat tidur (WHO, 1999).

Infeksi virus dalam tubuh nyamuk dapat mengakibatkan perubahan perilaku yang mengarah pada peningkatan kompetensi vektor, yaitu kemampuan nyamuk menyebarkan virus. Infeksi virus dapat mengakibatkan nyamuk kurang handal dalam menghisap darah, berulang kali menusukkan probosisnya, namun tidak berhasil menghisap darah, sehingga nyamuk berpindah dari satu orang ke orang lain, akibatnya resiko penularan virus menjadi semakin besar (id.wikipedia.org/wiki/Aedes_aegypti, 2008). Tempat perindukan Ae. aegypti di daerah asalnya (Afrika) berbeda dengan di Asia. Di Afrika nyamuk hidup di hutan dan tempat perindukkannya pada genangan air di pohon. Di Asia nyamuk hidup di daerah pemukiman, dan tempat perindukannya pada genangan air bersih buatan manusia (man made breeding place). Tempat perindukan Ae. aegypti dapat dibedakan atas tempat perindukan sementara, permanen, dan alamiah. Tempat perindukan sementara terdiri dari berbagai macam tempat penampungan air (TPA), termasuk kaleng bekas, ban mobil bekas, pecahan botol, pecahan gelas, talang air, vas bunga, dan tempat yang dapat menampung genangan air bersih. Tempat perindukan permanen adalah TPA untuk keperluan rumah tangga seperti bak penampungan air, reservoar air, bak mandi, gentong air. Tempat perindukan alamiah berupa genangan air pada pohon, seperti pohon pisang, pohon kelapa, pohon aren, potongan pohon bambu, dan lubang pohon (Chahaya, 2003).
 Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna. Nyamuk betina meletakkan telur pada permukaan air bersih secara individual, terpisah satu dengan yang lain, dan menempel pada dinding tempat perindukkannya. Seekor nyamuk betina dapat meletakkan rata-rata sebanyak seratus butir telur tiap kali bertelur. Telur menetas dalam satu sampai dua hari menjadi larva. Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar. Perkembangan dari instar I ke instar IV memerlukan waktu sekitar lima hari. Setelah mencapai instar IV, larva berubah menjadi pupa di mana larva memasuki masa dorman. Pupa bertahan selama dua hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu tujuh hingga delapan hari, namun bisa lebih lama bila kondisi lingkungan tidak mendukung (Djakaria, 2000; id.wikipedia.org/wiki/Aedes_aegypti, 2008).
Telur Ae. aegypti tahan kekeringan dan dapat bertahan hingga satu bulan dalam keadaan kering. Jika terendam air, telur kering dapat menetas menjadi larva. Sebaliknya, larva sangat membutuhkan air yang cukup untuk perkembangannya. Kondisi larva saat berkembang dapat mempengaruhi kondisi nyamuk dewasa yang dihasilkan. Sebagai contoh, populasi larva yang melebihi ketersediaan makanan akan menghasilkan nyamuk dewasa yang cenderung lebih rakus dalam menghisap darah (id.wikipedia.org/wiki/Aedes_aegypti, 2008).

Epidemiologi
 Aedes aegypti adalah vektor utama penyakit DBD di daerah tropik. Nyamuk ini semula berasal dari Afrika kemudian menyebar melalui sarana transportasi ke negara lain di Asia dan Amerika. Di Asia, Ae. Aegypti merupakan satu-satunya vektor yang efektif menularkan DBD, karena tempat perindukkannya berada di sekitar rumah dan hidupnya tergantung pada darah manusia. Di daerah yang penduduknya jarang, Ae. aegypti masih memiliki kemampuan penularan yang tinggi karena kebiasaan nyamuk ini menghisap darah manusia berulang-ulang (Chahaya, 2003).
Aedes  aegypti tersebar luas di seluruh Indonesia meliputi semua provinsi yang ada. Walaupun spesies-spesies ini ditemukan di kota-kota pelabuhan yang penduduknya padat, namun spesies nyamuk ini juga ditemukan di daerah pedesaan yang terletak di sekitar kota pelabuhan. Penyebaran Ae. aegypti dari pelabuhan ke desa disebabkan karena larva Ae. aegypti terbawa melalui transportasi yang mengangkut benda- benda berisi air hujan pengandung larva spesies ini (Djakaria, 2000).
Etiologi
DBD disebabkan oleh virus Dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan DBD. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak. Penelitian pada artropoda menunjukkan virus Dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (Stegomya) dan Toxorhynchites (Suhendro dkk., 2006).
Infeksi terhadap serotipe memunculkan imunitas sepanjang umur, tetapi tidak menghasilkan imunitas silang (cross protective immunity). Virus Dengue sensitif terhadap eter,  namun stabil bila disimpan pada suhu minus 70ºC dan pada keadaan liofil stabil pada suhu 5ºC. Virus Dengue bertahan hidup melalui siklus transmisi lingkungan kota pada daerah tropis dan subtropis oleh nyamuk Ae. aegypti, spesies yang berhubungan erat dengan habitat manusia (WHO, 1999).

Pengendalian Vektor Penyakit
Cara yang saat ini masih dianggap tepat untuk mengendalikan penyebaran penyakit DBD adalah dengan mengendalikan populasi dan penyebaran vektor. Program yang paling sering dikampanyekan di Indonesia adalah 3 M, yaitu menguras, menutup, dan mengubur.
·         Menguras bak mandi, untuk memastikan tidak adanya larva nyamuk yang berkembang di dalam air dan tidak ada telur yang melekat pada dinding bak mandi.
·         Menutup tempat penampungan air, sehingga tidak ada nyamuk yang memiliki akses ke tempat itu untuk bertelur.
·         Mengubur barang bekas, sehingga tidak dapat menampung air hujan